PENTING
Saat sedang ingin menulis,
pikiran saya tak kunjung berhenti memikirkan, tempat manakah yang cocok untuk
menuangkan segala uneg-uneg belakangan ini. Apakah status facebook, atau note
facebook, atau twitter. Namun saya rasa mungkin akan terlalu fulgar apabila
saya menulisnya di sana. Dan akhirnya saya mengambil keputusan untuk menuangkan
segalanya dalam blog mungil dan sederhana ini.
Saat ini, perasaan saya sedang
berkecamuk. Banyaknya agenda yang membuat saya bahkan tak sempat untuk mengurus
blog ini. Hingga akhirnya Allah memberikan kesempatannya sekarang. Well,
pembukaan yang terlalu ribet bukan.
Point pertama yang ingin saya
garisbawahi saat ini adalah pentingnya bersyukur. Bersyukur saat segala yang
kita alami di bumi Allah. Bersyukur, bersyukur dan bersyukur. Saat beratus ribu
detik yang lalu saya merasakan betapa kufur nikmatnya saya sebagai mahluknya. Waeyo?
Perasaan ini begitu menggelitik hingga terasa perih. Terutama saat Allah
menguji saya dengan beberapa penyakit yang baru datang tiga hari yang lalu. What
am i feeling now? Saya benar-benar mengeluh selama berjam-jam. Hingga ia datang
seperti ilham, menyadarkan saya bahwa saya salah. Siapakah ia? Entahlah saya
juga tak mengerti, yang bisa saya petik adalah mungkin bentuk rasa syukur yang
saya alami terjadi saat semuanya sudah terjadi, yahh, seperti nasi telah
menjadi bubur.
Point kedua yang ingin
garisbawahi lagi ialah pentingnya bersyukur. (Lho kok sama?). nah penyebabnya
adalah ketika saya memang benar-benar merasakan indahnya masa lalu. Saat saya
masih berusia 9 tahun perkiraan kelas 4 SD. Saat saya belum mengenal arti
logaritma, arti mahabbah, arti haengbokhagil barae. Yah ruang lingkup saya
masih terlalu sempit. Saat itu ketika saya masih belum menggunakan alat bantu
dalam melihat. We call it the glasses. Yapp, kacamata. Kenapa diberinama
kacamata, mungkin sebagai pelindung dari mata tersebut. Nah keadaan itu
benar-benar berbeda dengan fakta saya detik ini. Saya begitu tergantung
dengannya. Saya bahkan tak bisa membayangkan ketika saya harus berpisah
dengannya. Seperti kira-kira 86.540 detik yang lalu, saat saya tak sengaja,
sungguh, benar-benar tak sengaja mematahkan gagang kacamata yang memang
satu-satunya saya miliki. Saya kaget, shock, perasaan bersalah begitu
menyerubungi hati saya. Bagaimana? Apa yang harus saya lakukan? Dan seperti
point pertama tadi, nasi telah menjadi bubur. Dan tak ada yang bisa saya
lakukan selain memasrahkan diri dengan keadaan mata yang lemah ini. Di sinilah
bagi saya point bersukur benar benar begitu penting.
Komentar